HIPERAKTIF
A.
DEFINISI
Hiperaktif adalah suatu pola
perilaku yang menetap pada seorang anak yang ditandai dengan sikap tidak mau
diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.
Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya
“Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan pengertian istilah anak
hiperaktif adalah : Hiperaktif menunjukkan adanya suatu pola perilaku yang
menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak
bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.
Sani Budiantini Hermawan, Psi.,
“Ditinjau secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak
normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu
memusatkan perhatian.
B.
ETIOLOGI
1. Adanya
kerusakan kecil di dalam neurokimia atau neurologi susunan sistem saraf pusat
dan otak sehingga rentang konsentrasi menjadi sangat pendek dan sulit
dikendalikan
2. Adanya
temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak, epilepsi. Dapat juga
gangguan dikepala seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit
atau kepala pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi
makanan.
3. Sindrom
tersebut di duga disebabkan oleh faktor genetic, pembuahan ataupun racun,
bahaya-bahaya yang diakibatkan terjadinya prematuritas ataupun immaturitas,
maupun ruda paksa, anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.
4. Anak
hiperaktif biasanya disebabkan dari sikap orang tua yang membesarkan mereka,
jika orang tua memakai teknik pengurusan yang tidak efektif, tidak konsisten
atau dirumah kurang ada disiplin yang semestinya, seringkali anak berperilaku
berlebihan.
Faktor
Genetik
Anak
laki-laki dengan eksra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih
memungkinkan hiperaktif dibanding kembar dua telur.
PERBEDAAN
HIPERAKTIF DENGAN AUTIS
Anak
hiperaktif ada perbedaan sedikit dengan anak
autis, kalau anak hiperaktif itu biasanya anak banyak melakukan aktifitas yang
berlebihan bahkan tidak mau diam. Gejala anak hiperaktif biasanya sulit
menerima sebuah perintah, sukar memusatkan perhatian, mudah kehilangan barang,
dan banyak bicara. Ada yang mengatakan bahwa anak hiperaktif ada yang dipiju
dari akibat faktor genetis atau keturunan atau pola mendidik anak. Selain itu
pemicunya adalah terjadi akibat kondisi otak yang tak dapat memproduksi senyawa
kimia untuk mengorganisasikan pikiran. Tak heran bila anak-anak yang terlalu
aktif terkesan tak terencana dan seenaknya sendiri. Sedangkan anak autis lebih cenderung memiliki
dunianya sendiri dan suka berimajinasi sendiri. Anak-anak penderita autisme
sebenarnya KURANG cenderung sengaja berbuat jelek daripada anak-anak lain pada
umumnya. Mereka terlihat berperilaku buruk; seperti berlarian di ruangan,
memukul-mukulkan benda, menolak untuk untuk berkumpul, atau memanjat lemari
esHal itu bisa terpicu kalau anak pada masa kecilnya sering sendiri maupun
tidak ada orang yang mengajak bicara, sehingga dia sering berbicara sendiri
bahkan merasa dia tidak butuh orang lain untuk berbicara karena asyik dengan
imajinasinya sendiri.
C. MANIFESTASI
KLINIS
1. Identifikasi
awal anak hiperaktif umumnya terjadi pada anak usia taman kanak-kanak atau
sekolah dasar. Para guru mereka akan melaporkan bahwa anak tersebut tidak dapat
dikendalikan, tidak dapat duduk diam, memasuki ruangan-ruangan serta mengganggu
kegiatan anak-anak yang lain, suka ribut dan tidak mempunyai perhatian, tidak
bersedia mengikuti petunjuk atau perintah yang diberikan, seolah-olah tidak
mendengar, tidak mau belajar dari kesalahan-kesalahan yang diperbuat dimasa
lalu serta tidak memberikan tanggapan terhadap peraturan yang ada.
2. Ukuran
obyektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan ini
memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan
anak-anak control yang normal, tetapi gerakan-gerakan yang mereka lakukan
kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka selalu resah dan gelisah.
3. Mereka
mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat
impulsif dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau
merenungkan akibat tindakan mereka tersebut.
4. Mereka mempunyai
toleransi yang rendah terhadap perasaan frustasi dan secara emosional suasana
hatinya sangat labil, beberapa menit terlihat gembira, mendadak marah-marah dan
ngambek serta mudah terangsang, perhatiannya gampang teralihkan, tidak
tahan fustasi, dan kurang dapat mengontrol diri
5. Suasana
perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau bertentangan, mereka
kerap kali berkelompok, tetapi secara sosial mereka bersikap kaku, bersifat
permusuhan dan negatif..
6. Mempunyai
gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga
diri yang rendah dan kerap kali mengalami depresi.
7. Mengalami
kegagalan dalam akademik dan kadang perkembangan motorik dan bahasanya juga
terlambat.seperti : ketidakmampuan belajar membaca, matematika, mengeja serta
tulis tangan. Prestasi akademik mereka dapat tertinggal 1-2 tahun dan lebih
sedikit daripada yang sesungguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang
diukur.
8. Apa yang
dilakukan tidak satu pun diselesaikan, anak cepat sekali beralih dari satu
kegiatan ke kegiatan lainnya.
9. Gejala
lainnya, adalah tidak mampu mengontrol gerakan, tidak bisa duduk tenang,
bergoyang-goyang, atau merosot hingga terjatuh dari tempat duduk dan sepertinya
tidak kenal lelah, seakan energinya digerakan oleh mesin, kalau anak lain
diam karena capek sehabis berlarian, ia paling cuma minum lalu bergerak lagi.
Tanda
1.
Tidak ada perhatian.
Ketidakmampuan
memusatkan perhatian atau ketidak mampuan untuk berkonsentrasi pada beberapa
hal seperti membaca, menyimak pelajaran, dan sering tidak mendengarkan
perkataan orang lain.
2.
Hiperaktif
Mempunyai
terlalu banyak energi. Misalnya berbicara terus menerus, tidak mampu duduk
diam, selalu bergerak, dan sulit tidur.
3.
Impulsif
Sulit untuk
menunggu giliran dalam permainan, sulit mengatur pekerjaanya, bertindak tanpa
dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot bunga
pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu
akibatnya.
Sedangkan
menurut Betz, Cecily, 1996 dalam buku Ilmu Keperawatan Anak, terdapat dua macam
gejala hiperaktif, yakni gejala kurang konsentrasi dan gejala hiperaktivitas
impulsif, adalah sebagai berikut :
1.
Gejala kurang konsentrasi meliputi :
- Gagal memberi perhatian secara penuh pada hal-hal yang mendetail atau membuat kesalahan sembrono dalam tugas-tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya.
- Sering mengalami kesulitan dalam memfokuskan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain.
- Sering tampak tidak mendengarkan bila di ajak bicara langsung.
- Sering tidak mentaati instruksi dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan rumah,tugas atau pekerkaan ditempat kerja (bukan karena sikap menentang atau karena tidak mengerti intruksi)
- Sering mengalami kesulitan dalam mengatur tugas-tugas aktivitas
- Sering menghindar, tidak menyukai atau enggan terlibat dalam tugas-tugas yang memerlukan usaha mental terus-menerus (seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).
- Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas atau aktivitas (misal : mainan, tugas sekolah, pensil, buku, atau alat-alat sekolah )
- Sering mudah terdistraksi oleh stimulus luar.
- Pelupa dalam aktivitas sehari-hari.
2.
Gejala Hiperaktivitas impulsive, meliputi :
- Tangan dan kaki sering tidak bisa diam karena gelisah atau menggeliat di tempat duduk.
- Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain atau dalam situasi lain yang seharusnya tidak diperkenankan.
- Sering berlarian atau memanjat berlebihan pada situasi yang tidak semestinya.
- Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam aktivitas dalam waktu senggang dengan tenang.
- Seing tampak repot atau sering seperti diburu-buru.
- Bicara sering berlebihan.
- Sering menjawab pertanyaan tanpa pikir sebelum pertanyaan belum selesai,
- Sering tidak sabar menunggu giliran.
- Sering menginterupsi atau mengganggu orang lain (memotong percakapan atau permainan orang lain)
D.
CARA MENGATASI
1.
Berikut beberapa cara mengatasi
anak hiperaktif dan mendidik anak autis:
2. anak
hiperaktif harus mendapatkan pendidikan khusus, terapi perilaku, dan
psikoterapi yang melibatkan seluruh anggota keluarga.
3. keluarga
harus berhati-hari mencari sekolah bagi anak berkebutuhan khusus itu Suasana
belajar dan lingkungan sekolah harus membuatnya nyaman
4. mengikutkan
kegiatan positif untuk meningkatkan kedisiplinan anak, seperti bela diri,
balet, berenang, atau bermain bola basket.
5. mengajarkan
Anda untuk duduk diam selama waktu makan
6. Keamanan
adalah kuncinya. Demi menangani anak autis, menciptakan lingkungan yang aman
adalah sebuah tantangan.
7. Terakhir
adalah berdoa supaya anak anda disembuhkan dari kelainan hiperaktif dan autis
8. Ajak anak
tersebut utuk gembira bersama, misalnya main game online gemscool dan kenalkan pemakaian komputer
supaya jadi jerdik entah itu membuat email gmail dan memulai pdkt dengan anak
supaya anak tidak merasa sendiri
E.
TERAPI
Beberapa terapi untuk anak hiperaktif :
1. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian
dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah
memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement
(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi
inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic
yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup
berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk
berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan
berbahasa akan sangat menolong.
3. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan
motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang
pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan
kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting
untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.
4. Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara
individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan
tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat
banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan
tubuhnya.
5. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam
ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat
bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada
mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.
6. Terapi Bermain
Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan, kemampuan gerak,
minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan
kegiatan kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana persiapan untuk
beraktifitas dan bekerja saat usia dewasa. Terapi bermain digunakan sebagai
sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana tersebut dipakai untuk mencapai
aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan terapi.
7. Terapi
Perilaku
Anak
autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami
mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari
perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan
perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,
8. Terapi
Perkembangan
Floortime,
Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai
terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan
sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi
perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual
learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan
metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan PECS (Picture
Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk
mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN
(Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik.
Mereka sangat gigih melakukan
riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya
gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena
itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses,
dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi
bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila
mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam
tubuh sendiri (biomedis).
Selain itu
beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing
anak-anak mereka yang tergolong hiperaktif :
a.
Orang tua perlu
menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktifitas
b.
Kenali
kelebihan dan bakat anak
c.
Membantu anak
dalam bersosialisasi
d.
Menggunakan
teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif
(misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib), memberikan disiplin
yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak
e.
Memberikan
ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan
energinya
f.
Menerima
keterbatasan anak
g.
Membangkitkan
rasa percaya diri anak
·
Dan bekerja sama dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang
sebenarnya
·
Disamping itu anak bisa juga melakukan pengelolaan perilakunya sendiri dengan
bimbingan orang tua. Contohnya dengan memberikan contoh yang baik kepada anak,
dan bila suatu saat anak melanggarnya, orang tua mengingatkan anak tentang
contoh yang pernah diberikan orang tua sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar